Kapan Harus Anak Disusui dan Kapan Anak Disapih

Saya pernah berdiskusi dengan seorang pemilik daycare (sarana pengasuhan anak pada jam kerja), dan pembicaraan ini menjadi menarik dengan bahasan kapan anak di kasih susu dan kapan anak disapih.

Beliau memiliki sebuah gambar pohon yang menunjukkan tahap perkembangan emosional anak, di mana salah satu kebutuhan dasar adalah executive function (fungsi pengambilan keputusan).

Executive function adalah fungsi ketika anak memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dan mencapai suatu tujuan. Hal ini seringkali terlewat, sehingga anak akan tumbuh terbiasa dengan perintah yang selalu mengatur dirinya.

Efeknya? Anak menjadi kurang berempati, kurang memiliki kreativitas dan kurang memiliki inisiatif, karena terbiasa dengan perintah dan aturan.

Hal ini akan terbawa sampai dewasa. Ibu tersebut bahkan menambahkan, ”Inilah sebabnya saat ini banyak sekali orang yang minim empati, seringkali mudah menghujat sesama dan nyinyir”.

Lalu apa hubungannya dengan menyusui? Menyusui juga memberikan manfaat psikologis. Menyusu adalah bahasa cinta pertama yang dipahami bayi.

Menyusui juga bisa menguatkan ikatan (bonding) antara ibu dan anak, dan mengurangi resiko ibu terkena perasaan sedih setelah melahirkan (baby blues syndrome) — dan jika frekuensinya lebih tinggi disebut post partum depression.

Ternyata selain manfaat tersebut, menyusu juga akan bermanfaat memberikan executive function bagi bayi. Saat menyusu, bayilah yang menjadi pengambil keputusan.

Ketika bayi menunjukkan tanda lapar, maka ibu akan menyusuinya, dan bayi akan berhenti menyusu jika dia kenyang atau sudah puas. Ini artinya bayi yang menjadi pengambil keputusan, dia mengembangkan executive function. Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa bayi yang disusui cenderung lebih tenang, lebih tahan terhadap stress, dan lebih mudah tersenyum.

Lalu bagaimana dengan menyapih dan kapan anak disapih?

Penyapihan mendadak yang dilakukan seorang ibu, dengan cara berbohong, atau paksaan juga akan memberikan efek negatif bagi psikologi anak, menimbulkan luka batin dan akan merusak ikatan yang telah terbangun selama proses menyusui.

Padahal proses menyapih juga bisa dijadikan sarana membangun executive function. Bagaimana caranya?

Menyapihlah dengan cinta, yaitu berdasarkan kesepakatan bersama, yang dilakukan saat anak, ibu dan ayah siap memulai proses menyapih dan kapan anak disapih.

Prinsipnya, tidak menawarkan menyusui saat anak tidak meminta, tetapi juga tidak menolak jika anak memintanya, hingga pada akhirnya anak yang akan mengambil keputusan kapan anak disapih.

Proses penyapihan akan berakhir di saat anak yang dengan keinginannya sendiri memutuskan untuk berhenti menyusu. Hal ini tentu akan memberikan manfaat tumbuhnya executive function. Tentu saja selain menyusui, ada banyak cara lain untuk membangun executive function. *Wynanda Bagiyo Saputri, SE., MM., pengelola administrasi Komunitas Ibu

Baca Juga : Efek Buruk Balita Pandai Bermain Fitur Smartphone

Tag: , , , , ,

Diposting oleh Ulya


Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *